Kamis, 25 Agustus 2011

" Kedahsyatan Efek Berbaik Sangka"

Selain doa dan ikhtiar, ada amalan lain yang juga bisa mengantarkan proses 'perubahan takdir'. Amalan itu adalah amalan hati, yaitu selalu berbaik sangka (husnuzhan) dengan semua keputusan Allah SWT. Berbaik sangka merupakan produk dari olahan kekuatan iman. Tidak mungkin seseorang memiliki kemuliaan akhlak berupa husnuzhan, jika tidak yakin dengan segala sesuatu yang sudah diputuskan Allah.

Seseorang yang mengaku beriman sadar benar bahwa dari setiap peristiwa maka Allah telah mentransformasikan mutiara hikmah untuk manusia. Yakni, sesuatu yang berharga yang hilang milik orang beriman (al-Hikmatu zhalatul mu'minin). Artinya, kejadian yang menimpa kita, pasti ada kadar atau nilai berharga yang sudah dipersiapkan untuk kita. Namun, sementara ini belum ditemukan. Karena itulah, kata Imam Ali karramallahu wajhah, ''Jika kita menemukannya, segeralah diambil; fain wajadaha akhadzaha.''

Pertanyaannya, bagaimana bisa mengambil barang berharga itu, sementara kita sulit untuk mendeteksinya. Di sinilah peranan amalan hati, yaitu husnuzhan. Jika kita mempersangkakan bahwa ada banyak kebaikan yang telah Allah sediakan untuk kita dari takdir-Nya itu, akan benarlah persangkaan kita.

Karena itu, bagaimana rupa takdir kita ke depan, turut ditentukan dari persangkaan kita terhadap-Nya. Simak Hadis Qudsy berikut, Anaa 'inda zhanni 'abdi bih, wa Ana ma'aka idza da'awtani, "Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku tentang Aku. Dan aku bersamamu jika memohon kepada-Ku."

Dengan demikian, husnuzhan bisa mengantarkan seseorang meraih apa yang diharapkan. Kalaulah saat ini kita sedang berduka karena kegagalan, bersegeralah husnuzhan bahwa akan ada kebaikan setelah kegagalan itu. Yakinlah bahwa takdir kita ke depan pasti dipenuhi dengan takdir kesuksesan. Tetaplah optimis. Selama hari masih menjelang, kesempatan meninggalkan kegelapan malam masih selalu terbuka. Dan, kita akan berada di jalur siang yang terang benderang.

Keberuntungan orang yang husnuzhan, tak hanya didapatkan di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak. Rasul menyebut orang yang husnuzhan sebagai pemegang kunci surga. Dalam sebuah taklim di hadapan para sahabatnya, Rasul mengatakan bahwa sebentar lagi akan masuk seorang yang kelak akan memegang kunci surga. Semua sahabat terpana. Sampai seorang Umar bin Khattab 'iri' dengan penyematan istilah tersebut. Tidak lama kemudian masuklah orang yang dimaksud.

Orang ini penampilannya biasa-biasa saja. Tidak ada ciri khusus. Karena penasaran, Umar meminta izin untuk menginap di rumah orang tersebut. Tiga hari Umar RA menginap di rumah orang ini. Namun, dia tidak menemukan amalan khusus orang tersebut.

Ketika Umar bertanya, apa rahasianya. Orang itu menjawab, "Ibadah dan amalanku sebenarnya biasa saja, wahai Umar. Hanya selama hidupku, aku diajari oleh ibuku untuk tidak punya perasaan buruk sangka terhadap apa pun dan siapa pun. Barangkali itulah amalan yang dimaksud Rasulullah SAW."

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Rabu, 24 Agustus 2011

Biarlah berlalu....

tepat malam ini pukul 11.20, suara dering sms masuk dari nomor yang sangat tidak asing dan hafal diluar kepala bagi kluargaku.
isinya :
" Udah bs memaafkan ortuku blm? Mngkn perkataan beliau2 pernah ada yang salah sbg orang tua? seminggu lagi puasa habis,, kalo ke aku,, jika maaf tidak bs diberikan, berdoa saja pada Allah, jk ak ade anggap sangat menyakiti,, Allah akan brikan balasan padaku.."

memang sms yg sangat mnyakitkan, setelah ada pengakuan kmrn, bhwa dia tlah lama ada......diam memang jawaban terbaik, jawaban legowo...dan smoga diberikan jalan terbaik bt nya...

matursuwun bt kluargaku (bunda, paman, pak de, bu de, d'ami, d'pipit, d'firman), kluarga angkatku disemarang, sobat2q, kakakq yang slama ini tlah nguatin aq...sampe aku bisa tetap berdiri seperti sekarang...."hidup kan terus berjalan, walau penuh dengan tangisan" lirik by opick....
Katanya kakakq "jangan pernah sakit hati ya, biar cepet sembuhnya....hmmmmmm"

Udah yuks bobo, bsk nek dibangunin sampe ngak bangun...malah diomelin....hadehhhh...menakutkan...(^_^)

Good Night....

"Akhirnya kutergoda juga"

Selama puasa ini kumencoba menjauhi dunia konsumtif alias Mall, akhirnya malam nie tergoda juga....kata ngirit krna renovasi rumah, ngirit tehaer dikit, ngirit bt sekolah ade ato ngirit bt bayar kost..deelel smua trasa lupa, krna ajakan sohib sekantor. Sesampai di TePe(salah satu Mall ternama di Surabaya)antrian parkir mrayap kayak semut (nie smua pada ndak tarawih, kayak aq ya???) smua pada berburu branded diskon....(walah, lha wong harganya emang 2 jt diskon 50% tetep aja selangit....)

Namanya perempuan, sampai di dalam yg diburu pasti baju, sandal, barang dalam...(^_^), kacamata..... muter2 gk ada yg cocok...(Walah...kyke tipe pemilih...hehehe ndak cocok modelnya, utamanya harga jg se...) Ehhh, aku malah nyangkut jam tangan diskon 50%, krna dah lama gk punya jam tangan...mirip sama yg dibeliin mr.X tp beda model, beda warna dan pastinya beda harga, soale mampunya nyari diskonan...hehehe.

Masih muter lagi kluar masuk stand, matahari, sogo....gak dapat apa2, akhire mampir ke makeup, walah..malah terhipnotis temen beli yg aneh2....(jadi inget dulu, gk boleh dandan krna takut banyak yg suka kale ya....hehehe pedenya), tapi setelah 3 bulan lalu, banyak saran, masukan dan falsafah "Ajining diri soko Lati lan Ajining rogo soko Busono"...

Diselingi crita2 tentang hubungan jarak jauh yg dialami temenku (SBY-JKT), saling berbagi pengalaman utamanya pengalamanq kmrn, yg jadi pertimbangan bt dia... semangat sobat.....

tetaplah bersemangat menggapai cinta dan ketenangan...

Kamis, 18 Agustus 2011

Itu....

AJARI AKU TUK BISA MEMAHAMI HIDUP....
AGAR AKU LEBIH BISA SABAR, TEGAR....
DAN TETAP TERSENYUM....

Rabu, 17 Agustus 2011

Sinar Itu....

Memang kisah ini tak kan sempurna, bila romantikanya tak berliku seperti ini, ada kesetiaan yang mencoba memberikan ketulusan akan sbuah komitmen; diiringi perjuangan mencapai kelayakan hidup; setelah kelayakan tergapai, kesetiaan tergerus oleh tuntutan hidup. Menangis adalah pasti.............

Kisah yang tragis bagi tiap jiwa yang mengikutinya, Tatkala dipadang kehampaan mencoba bertahan dari terpaan gelombang fenomena hidup. Mencoba menutup diri akan sbuah "Masa Penguatan Jiwa", Jatuh terpuruk alam, ada kekuatan-kekuatan baru yang ditunjukkanNYA. Sinarnya menenangkan, syairnya menghibur dan titiannya menguatkan...

Tak ada kisah khusus tentang sinar itu, tak sengaja mengalir dalam istilah " Let It Flow". Tak ada impian khusus, smua hanya mengalir....

Hanya DIA yang Maha Tahu.....

Selasa, 16 Agustus 2011

==Rapuh Dalam Waktu==

Inilah perputaran hidup, yang terkadang kita sangat sulit menerima. Ibarat roda, memang saat ini jatuh, laksana datang dan pergi itulah nuansanya... kekuatan jiwa, Iman dan perasaan menggurahkan sebuah asa, yang tak pernah tau kemana berhentinya.

Rencana itu, tak pernah satupun tau, sebagai ciptaan, hanya bisa ikhtiar dan doa. Skian lama jalur lentera tlah ku ukir, tapi DIA menunjukan itu salah. Untaian lirik Rapuh ini yang tiap saat menenangkan gemuruh hati, menyembuhkan luka jiwa....

detik waktu terus berjalan
berhias gelap dan terang
suka dan duka tangis dan tawa
tergores bagai lukisan

seribu mimpi berjuta sepi
hadir bagai teman sejati
di antara lelahnya jiwa
dalam resah dan air mata
kupersembahkan kepadaMu
yang terindah dalam hidup

meski ku rapuh dalam langkah
kadang tak setia kepadaMu
namun cinta dalam jiwa
hanyalah padaMu

maafkanlah bila hati
tak sempurna mencintaiMu
dalam dadaku harap hanya
diriMu yang bertahta

detik waktu terus berlalu
semua berakhir padaMu


Terbesit marah, tapi buat apa??? rasa sakit ??? wajar!!!! namun, lebih baik sekarang daripada mendalamkan luka. Ikhlas adalah yang terbaik, legowo adalah hal yang bijak.
DIA tahu yang terbaik buat jalanku...

Jumat, 12 Agustus 2011

Let It Flow

Terlalu indah tuk dirasa, terlalu cepat tuk diraba....
Tak mau jadi pelarian, tak mau jadi pelampiasan...
ku kuat krna energinya, tp kutak mau rapuh karenanya....
= let it flow =

Rabu, 10 Agustus 2011

Tak Selalu Indah

Apa yang terjadi hari ini atau lusa.....
terpasti, aku pasrah akan sbuah ikhtiar dan doa...

ku coba isi jiwa yg gersang dg kesibukan yg mengisinya...
ku coba pahami hidup, dg rangkaian problema yg melekatnya...
ku coba menggapai mimpi, dg sisa langkah anugrahNYA....
ku coba tenangkan hati, dg tetap khusnudzon akan liku takdirNYA...

Hidup...apakah ini hidup yg kucari...
Tatkala ku berlari kesana kemari...
Mencoba memberi ketenangan para pelita hati....
Mencoba setia akan satu hati....

Alhamdulillah, DIA menunjukkan titian lainnya....
Semoga ada makna dibalik kisah....
Yang akan menjadikan indah pada akhirnya....


Selasa, 09 Agustus 2011

iseng-iseng baca kisah menyentuh....
nie http://myquran.com/forum/showthread.php/18222-Kisah-Hikmah-Sabar-dan-Ikhlas

Seorang pria berumur 61 tahun bernama Asep Sudrajat menghidupi keluarganya dengan membuka sebuah toko berukuran 3 x 4 meter di sebuah jalan di kota Bandung. Tiada yang mendampingi hidupnya di rumah selain Asih, istrinya. Sudah puluhan tahun berumah tangga, Allah Swt Sang Maha Pencipta belum berkenan memberikan mereka keturunan.
Namun baik Asep dan Asih adalah model makhluk Tuhan yang menerima segala ketetapan. Mereka selalu menghiasi hidup dengan pengharapan terhadap Tuhan. Bersyukur atas segala nikmat yang mereka terima, dan bersabar atas segala ujian yang diberikan.

Hampir dua puluh tahun mereka menabung demi mewujudkan cita-cita. Sebuah cita-cita mulia yang mereka tanamkan dalam hati, untuk berangkat haji ke Baitullah, Mekkah Al Mukarramah. Dengan hasil dagang di toko yang seadanya, sedikit demi sedikit mereka sisihkan untuk menggapai cita-cita itu. Hanya ibadah haji saja dalam benak mereka yang belum pernah mereka lakukan. Keinginan itu terus membuncah, menggelegak dalam dada seorang hamba yang rindu akan keridhaan Tuhannya.

Hasil tabungan yang mereka kumpulkan tidak mereka tabung di bank. Sengaja uang sejumlah itu mereka simpan agar dapat memotivasi semangat mereka untuk mencari tambahan uang sesegera mungkin. Sungguh dua puluh tahun dalam menabung, merupakan masa yang cukup panjang untuk bersabar demi mewujudkan ketaatan kepada Tuhan. Tidak banyak, manusia modern di zaman sekarang yang mampu memiliki niat sedemikian.

Malam itu, Asep dan Asih sekali lagi menghitung jumlah tabungan mereka. Uang yang mereka simpan untuk berhaji itu kini berjumlah Rp. 50.830.000. Sementara biaya haji pada saat itu berkisar kurang lebih Rp 27 juta per orang, belum lagi biaya bimbingan haji yang harus mereka ikuti, ditambah dengan uang jajan tambahan untuk membeli oleh-oleh. Mereka menghitung, kurang lebih mereka memerlukan dana berkisar Rp 10 juta. Setiap malam berlalu, Asep dan Asih selalu menghitung peruntungan jualan mereka, dan sebagiannya mereka sisihkan untuk mewujudkan cita-cita berhaji.

Suatu pagi, Asep mendengar kabar bahwa kawan karibnya dalam berjamaah shalat di Masjid As Shabirin jatuh sakit secara mendadak dan kini dirawat di RS. Dr. Hasan Sadikin. Setelah divisum oleh dokter rupanya penyakit yang diderita tetangga sekaligus kawan karibnya itu adalah penyakit tumor tulang. Sebuah penyakit yang jarang terjadi pada masyarakat Indonesia.

Bersegeralah, Asep menjenguk kawan karibnya itu. Sesampainya di sana, sahabat tersebut masih berada di ruang ICU dan untungnya masih sadarkan diri sehingga dapat melakukan percakapan dengan Asep. Dari penuturannya Asep mengetahui bahwa tumor tulang tersebut telah membuat tetangganya tidak mampu untuk berdiri lagi, dan tumor tersebut harus diangkat segera. Sebab bila tidak, maka tumor tersebut dapat menjalar ke bagian tubuh lain. Asep bergidik mendengarnya. Namun ia masih terus membesarkan hati sahabatnya itu untuk senantiasa tawakkal dan berdoa kepada Allah Swt Yang Maha Menyembuhkan setiap penyakit hamba-Nya.

Hampir setiap hari Asep menjenguk sahabatnya itu. Pada hari kedelapan, sahabatnya itu telah dipindah ke ruang rawat inap kelas 3, bersama tujuh pasien lainnya dalam satu kamar. Kamar tersebut pengap dengan bau obat, dan tidak layak disebut sebagai kamar rumah sakit. Pemandangan yang berantakan. Jemuran baju pasien dan pendamping yang bertebaran di sepanjang jendela. Seprai kasur yang tidak rapi. Tikar dan koran bertebaran di pojok-pojok kamar. Itu semua membuat pemandangan kamar menjadi tidak asri dan pengap. Namun apa mau dikata, tetangganya adalah seorang yang mungkin memilik nasib sama dengan jutaan orang di Indonesia. Sudah masuk rumah sakit saja Alhamdulillah, nggak tahu bayarnya pakai apa?

Hari itu adalah hari kesebelas sahabatnya dirawat di rumah sakit. Kebetulan Asep sedang berada di sana, seorang perawat membawakan sebuah surat dari rumah sakit bahwa untuk membuang tumor yang berada di sendi-sendi tulang pasien haruslah dijalankan sebuah operasi. Operasi itu akan menelan biaya hampir Rp 50 juta. Bila keluarga pasien mengharapkan kesembuhan, maka operasi tersebut harus dilakukan. Namun kalau mau berpasrah kepada takdir Tuhan, maka tinggal berdoa saja agar terjadi keajaiban.

Siapa orangnya yang tidak mau sembuh dari penyakit? Semua orang pun berharap sedemikian. Namun mau bilang apa? Keluarga sahabat Asep tersebut sudah menguras habis tabungan yang mereka miliki, namun itu semua untuk bayar biaya rumah sakit selama ini saja tidak cukup. Apalagi untuk membiayai proses operasi? Sungguh, yang mampu mereka lakukan adalah memohon pertolongan kepada Allah Swt.
Hari kedua belas, ketiga belas, keempat belas.... kondisi pasien semakin parah. Badannya terlihat kurus tak bertenaga. Kelemahan itu terlihat jelas dalam sorot cahaya mata yang kian meredup. Sang pasien tidak mampu lagi menanggapi lawan bicara. Tumor itu semakin mengganas dan menjalar ke seluruh tubuh. Pemandangan itu semakin menyentuh relung hati Asep yang terdalam. Maka di pinggir ranjang sahabatnya, Asep pun mengambil sebuah keputusan besar.

Setelah berpamitan dengan keluarga sahabatnya, ia bergegas pulang menuju rumah. Di sana terlihat olehnya Asih sedang melayani pembeli yang datang ke toko sederhana milik mereka. Saat pembeli sudah sepi, Asep lalu menyampaikan keputusannya itu kepada Asih.

“Bu..., Kang Endi tetangga kita yang sedang di rawat di rumah sakit itu kondisinya semakin memburuk. Bapak tidak sanggup melihat penderitaannya. Sepertinya kita harus bantu dia dan keluarganya. Tiga hari lalu, kebetulan bapak sedang di sana, seorang suster memberitahukan bahwa Kang Endi harus dioperasi segera. Keluarganya belum berani menyatakan iya, sebab biaya operasi itu hampir Rp 50 juta....” Asep membuka pembicaraannya dengan kalimat yang panjang.

Asih pun mulai merasa iba dengan penderitaan Kang Endi dan keluarganya, “Kasihan mereka ya, Pak! Kita bisa bantu apa...?” Asep pun langsung menyambung dengan cepat, “Kalau ibu berkenan, bagaimana bila dana tabungan haji kita diberikan saja kepada mereka semua untuk biaya operasi?” Kalimat itu diakhiri dengan sebuah senyum merekah di bibir Asep. “Diberikan....?!! Waduh pak..., hampir dua puluh tahun kita nabung dengan susah payah agar cita-cita berhaji dapat diwujudkan. Masa bisa pupus seketika dengan membantu orang lain yang bukan saudara kita?” Asih mengajukan penolakan atas usulan suaminya.

“Bu...., banyak orang yang berhaji belum tentu mabrur di sisi Allah. Mungkin ini adalah jalan buat kita untuk meraih keridhaan Allah Swt. Biarkan kita hanya berhaji di pekarangan rumah kita sendiri, tidak perlu ke Baitullah. Bapak yakin bila kita menolong saudara kita, Insya Allah, kita akan ditolong juga oleh Dia Yang Maha Kuasa.” Kalimat itu meluncur dari mulut Asep dan menohok relung hati Asih sehingga begitu membekas di dasarnya. Tak kuasa, Asih pun mengangguk dan setuju atas usul suaminya.
Keesokan pagi, Asep dan Asih pun datang berdua ke rumah sakit untuk menjenguk. Toko mereka ditutup hari itu. Mereka berdua datang ke rumah sakit dengan membawa sebuah amplop tebal berisikan uang sejumlah Rp 50 juta yang tadinya mereka siapkan untuk berhaji.

Keduanya tiba di rumah sakit dan menjumpai Kang Endi dan keluarganya di sana. Usai membacakan doa untuk pasien, keduanya datang kepada istri Kang Endi. Mereka serahkan sejumlah uang tersebut, dan suasana menjadi haru seketika. Bagi keluarga Kang Endi ini adalah moment dimana doa diijabah oleh Tuhan. Sementara bagi Asep dan Asih, ini merupakan saat dimana keikhlasan menolong saudara harus ditunjukkan. Lalu pulanglah Asep dan Asih ke rumah setelah berpamitan kepada keluarga.

Uang itu kemudian segera dibawa oleh salah seorang anggota keluarga ke bagian administrasi rumah sakit. Formulir kesediaan menjalani operasi telah diisi. Besok pagi jam 08.00 operasi pengangkatan tumor di sendi-sendi tulang Kang Endi akan dilakukan. Alhamdulillah!

Esoknya Kang Endi sudah dibawa ke ruang operasi. Sebelum dioperasi, dokter spesialis tulang yang selama ini menangani Kang Endi sempat berbincang dengan keluarga. “Doakan ya agar operasi berjalan lancar dan Pak Endi semoga lekas sembuh! Kalau boleh tahu..., darimana dana operasi ini didapat?” Dokter mencetuskan pertanyaan tersebut, karena ia tahu sudah berhari-hari pasien tidak jadi dioperasi sebab keluarga tidak mampu menyediakan dananya.

Istri Kang Endi menjawab, “Ada seorang tetangga kami bernama pak Asep yang membantu, Alhamdulillah dananya bisa didapat, Dok!” “Memangnya, beliau usaha apa? Kok mau membantu dana hingga sebesar itu?” Dibenak dokter, pastilah pak Asep adalah seorang pengusaha sukses.
“Dia hanya punya usaha toko kecil di dekat rumah kami. Saya saja sempat bingung saat dia dan istrinya memberikan bantuan sebesar itu!” Istri Kang Endi menambahkan.
Di dalam hati, dokter kagum dengan pengorbanan pak Asep dan istrinya. Hatinya mulai tergerak dan berkata, “Seorang pak Asep yang hanya punya toko kecil saja mampu membantu saudaranya. Kamu yang seorang dokter spesialis dan kaya raya, tidak tergerak untuk membantu sesama.” Suara hati itu terus membekas dalam dada pak dokter. Pembicaraan itu usai, dan dokter pun masuk ke ruang operasi.

Alhamdulillah operasi berjalan sukses dan lancar. Ia memakan waktu hingga 4 jam lebih. Semua tumor yang berada pada tulang Kang Endi telah diangkat. Seluruh keluarga termasuk dokter dan perawat yang menangani merasa gembira.

Kang Endi tinggal menjalani masa penyembuhan pasca operasi. Pak Asep masih sering menjenguknya. Suatu hari kebetulan pak dokter sedang memeriksa kondisi Kang Endi dan pak Asep pun sedang berada di sana. Keduanya pun berkenalan. Pak dokter memuji keluasan hati pak Asep. Pak Asep hanya mampu mengembalikan pujian itu kepada Pemiliknya, yaitu Allah Swt. Hingga akhirnya, pak dokter meminta alamat rumah pak Asep secara tiba-tiba.

Beberapa minggu setelah Kang Endi pulang dari rumah sakit. Malam itu, Asep dan Asih tengah berada di rumahnya. Toko belum lagi ditutup, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan hitam diparkir di luar pagar rumah. Nampak ada sepasang pria dan wanita turun dari mobil tersebut. Cahaya lampu tak mampu menyorot wajah keduanya yang kini datang mengarah ke rumah pak Asep. Begitu mendekat, tahulah pak Asep bahwa pria yang datang adalah pak dokter yang pernah merawat sahabatnya kemarin.

Gemuruh suasana hati Asep. Ia terlihat kikuk saat menerima kehadiran pak dokter bersama istrinya. Terus terang, seumur hidup, pak Asep belum pernah menerima tamu agung seperti malam ini.

Maka dokter dan istrinya dipersilakan masuk. Setelah disuguhi sajian ala kadarnya, maka mereka berempat terlibat dalam pembicaraan hangat. Tidak lama pembicaraan kedua keluarga itu berlangsung. Hingga saat pak Asep menanyakan maksud kedatangan pak dokter dan istri. Maka pak dokter menjawab bahwa ia datang hanya untuk bersilaturrahmi kepada pak Asep dan istri.

Pak dokter menyatakan bahwa ia terharu dengan pengorbanan pak Asep dan istri yang telah rela membantu tetangganya yang sakit dan memerlukan dana cukup besar. Ia datang bersilaturrahmi ke rumah pak Asep hanya untuk mengetahui kondisi pak Asep dan belajar cara ikhlas membantu orang lain yang sulit ditemukan di bangku kuliah. Semua kalimat yang diucapkan oleh pak dokter dielak oleh pak Asep dengan bahasa yang selalu merendah.
Tiba saat pak dokter berujar, “Pak Asep dan ibu...., saya dan istri berniat untuk melakukan haji tahun depan. Saya mohon doa bapak dan ibu agar perjalanan kami dimudahkan Allah Swt... Saya yakin doa orang-orang shaleh seperti bapak dan ibu akan dikabul oleh Allah...” Baik Asep dan Asih menjawab serentak dengan kalimat, “Amien...!”

Pak dokter menambahkan, “Selain itu, biar doa bapak dan ibu semakin dikabul oleh Allah untuk saya dan istri, ada baiknya bila bapak dan ibu berdoanya di tempat-tempat mustajab di kota suci Mekkah dan Madinah...” Kalimat yang diucapkan pak dokter kali ini sama-sama membuat bingung Asep dan Asih sehingga membuat mereka berani menanyakan, “Maksud pak dokter....?” “Ehm..., maksud saya, izinkan saya dan istri mengajak bapak dan ibu Asep untuk berhaji bersama kami dan berdoa di sana sehingga Allah akan mengabulkan doa kita semua!”

Kalimat itu berakhir menunggu jawaban. Sementara jawaban yang ditunggu tidak kunjung datang hingga air mata keharuan menetes di pipi Asep dan Asih secara bersamaan. Beberapa menit keharuan meliputi atmosfir ruang tamu sederhana milik Asep dan Asih. Seolah bagai rahmat Tuhan yang turun menyirami ruh para hamba-Nya yang senantiasa mencari keridhaan Tuhan.

Asep dan Asih hanya mampu mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Usai pak dokter pulang, keduanya tersungkur sujud mencium tanah tanda rasa syukur yang mendalam mereka sampaikan kepada Allah Yang Maha Pemurah. Akhirnya, mereka berempat pun menjalankan haji di Baitullah demi mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla.

Sungguh, kesabaran panjang yang diakhiri dengan pengorbanan kebaikan, akan berbuah di tangan Allah Swt menjadi balasan yang besar dan anugerah yang tiada terkira.

Akhirnya membuka Blog Lagi....

Akhirnya kembali ngeblog...

apa ya..binggung apa yang dikata...
makasih atas spam yg masuk...maaf didelete...
makasih atas sarannya juga....
makasih atas semangat nya....
dan makasih atas smuanya...