Minggu, 24 Mei 2009

Kopilot Hercules Itu dan Ayahnya


Kapten (Pnb) Muh. Firdaus Yoenan Negara, kopilot pesawat Hercules C-130 TNI AU dengan nomor registrasi A1325 yang tewas dalam kecelakaan di Magetan pada Rabu (20/5), dikebumikan sehari setelahnya. Upacara militer lengkap dengan tembakan salvo dan lengkingan terompet bernada syahdu membuat ratusan pelayat bertakzim dalam kesedihan.

Almarhum Firdaus dikebumikan di pemakaman umum Dusun Jeruk, Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang. Ratusan pelayat yang terdiri atas keluarga, rekan kerja, dan para sahabat mengantar kepergiannya.

Ayah Firdaus, Zainal Fanani (55) menyebutkan, keluarga lebih memilih jenazah Firdaus dimakamkan di pemakaman desa itu, ketimbang di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Jombang. Alasannya, supaya keluarga bisa lebih mudah mengunjungi makam Firdaus untuk kepentingan ziarah, daripada di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Jombang yang lokasinya relatif lebih jauh.

Tembakan salvo baru saja diletuskan. Senjata laras panjang sudah diturunkan.

Sebagian dari para pengantar tenggelam dalam tangis.

Analisa Jatu Listianingrum (28), yang baru dinikahi Firdaus pada 28 Desember 2008 lalu tak kuasa lagi meneteskan air mata. Sepanjang prosesi pemakaman, ia hanya diam sembari memeluk erat foto Firdaus yang terbingkai gagah.

Foto tunggal itu berlatar belakang lambang Skuadron 31. Sudah setahun terakhir Firdaus jadi pilot dan berdinas di Skuadron 31 Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, yang jadi markas armada pesawat transpor militer Hercules.

Ibu Firdaus, Muslikhah (51), berulangkali mengeratkan pegangan tangan kirinya pada pundak Analisa dan tangan kanannya pada pergelangan tangan kanan Analisa. Berulangkali, Muslikhah juga menciumi Analisa dan berupaya menenangkan menantunya itu.

Muslikhah melelehkan sedikit air matanya yang masih tersisa.

Fanani berdiri tak jauh dari situ. Ia jadi anggota keluarga ketiga yang kemudian ikut menguruk tanah ke liang kubur Firdaus secara simbolis.

Fanani tampak tegar. Tak ada tangis ataupun semburat kesedihan di wajahnya.

Beberapa kali ia pun turut mencoba menenangkan menantunya sambil menebar raut wajah teduh.

Kadisops Lanud Juanda Surabaya Letkol (Pnb) Awang Kurniawan memimpin upacara pemakaman itu akhirnya menutup secara resmi prosesi itu sekitar pukul 09.30. Bunyi dua terompet usang yang nada-nada menyayatnya beberapa kali tak keluar, seperti menyiratkan keengganan maut buat menjemput salah satu generasi terbaik TNI AU tersebut.

Sebagian pelayat dan anggota keluarga lalu berjalan kaki menuju rumah Fanani dan Muslikhah usai prosesi pemakaman tadi. Tamu-tamu yang datang disambut Fanani dengan senyum.

Nyaris tak tergambar kesedihan di wajahnya Fanani.

Ketegaran Fanani disebabkan keyakinannya bahwa anak pertamanya itu sudah diasuhnya dengan benar. Ia meyakini, sejumlah sifat dasar Firdaus seperti ketaatan tinggi pada ajaran agama Islam yang dianutnya dan sikap Firdaus yang tidak pernah ingin membebani orangtuanya bahkan beban pikiran sekalipun, akan menjadi bekal terbaik Firdaus di alam berikutnya.

Kesan serupa didapat Sarwono, (56), ayah kandung Analisa. Sarwono menganggap Firdaus adalah menantu ideal yang ramah, sopan, dan murah senyum.

Analisa dan Firdaus baru saja melangsungkan resepsi pernikahan di Jakarta, 22 Maret 2009.

Boby Noviarto Pribadi, teman Firdaus main catur dari masa SD dan sempat satu sekolah saat sama-sama menuntut ilmu di SMA Negeri 1 Jombang kagus dengan jiwa kepemimpinan sahabatnya itu. Firdaus diketahuinya sudah menjadi kepala mes saat Boby berkunjung ke Jakarta pada 2004 lalu, sekalipun di mes situ ada juga rekan-rekan Firdaus yang lebih senior.

Firdaus juga dikenang Boby sebagai idola sebagian besar siswi saat mereka sama-sama bersekolah. Kemampuan main sepakbola yang di atas rata-rata serta keinginan menjalin pertemanan dengan siapapun disebut Boby sebagai kelebihan sahabatnya itu.

Rekan satu angkatannya di Akabri, I Nyoman Suardita mengagumi kesetiakawanan Firdaus. Bahkan hingga setelah lulus, Nyoman menyebutkan jika Firdaus masih kerap membagikan pulsa telepon seluler pada sejumlah rekannya.

Sebuah telepon dari Firdaus diterima Muslikhah pada selasa (19/5) sore. Malam harinya, Firdaus menelepon lagi.

Firdaus mengabarkan, pada Rabu (20/5) pagi ia hendak terbang dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta menuju Biak, Papua dan singgah sebentar di Madiun. Muslikhah diminta tidak usah ke Madiun untuk menjumpai Firdaus, karena alasan waktu singgah di Lanud Iswahyudi, Madiun yang relatif hanya sebentar saja.

Padahal, Firdaus selalu meminta ibunya datang ke sejumlah bandara di wilayah Jatim, jika kebetulan Firdaus sedang singgah. Sekedar ingin bertemu untuk melepas kangen.

Malam itu, permintaan Firdaus bertindihan dengan persiapan keluarga besar Fanani untuk melangsungkan acara lamaran bagi Firlana, adik Firdaus. Lamaran itu sedianya dilangsungkan esok malamnya.

Acara lamaran itu akhirnya dibatalkan untuk sementara, setelah kabar duka yang diterima pada Rabu (20/5) pagi. Pergantian rasa gembira yang bersicepat dengan duka.

Namun, Fanani tetap berdiri tegar. Ia tak retak sedikitpun sembari menyalami semua tamunya dengan senyum.

Fanani merasa tugasnya selama 30 tahun mengasuh dan membesarkan Firdaus sudah paripurna.